Jumat, 29 November 2013

Semen Padang Cup, Youth Policy Dan Krisis Striker

Beberapa minggu ke belakang di seluruh kota atau kabupaten di Sumatera Barat mungkin sedang demam bola --kenapa saya menggunakan mungkin, karena saat ini saya memang tidak di Sumbar, sedang kuliah di luar, karena tim Semen Padang FC membuat gebrakan yang memang sudah dilakukan beberapa tahun lalu, yaitu Semen Padang Cup. Sebuah turnamen yang melibatkan tim-tim sepakbola yang mewakili daerah tingkat dua di Sumatera Barat, yang  mana peserta dari turnamen ini adalah pemain berusia di bawah 21 tahun.




Jika kita melihat dari tujuan dari diadakan turnamen ini adalah mencari mutiara mutiara yang belum berkilau yang ada di Bumi Minang ini. Kita tak perlu menutup mata, Minang adalah salah satu negeri yang cukup rajin menghasilkan nama-nama berprestasi di dunia kulit bulat nasional, Suhatmam Imam, Nil Maizar, Yeyen Tumena, Wellyanstah, Romi Diaz, Imral Usman, Hengki Ardiles, Alan Martha hingga yang terbaru kiper yang sempat dipanggil Jacksen ke Timnas, Jandia Eka Putra, adalah beberapa nama yang tidak asing telinga --mungkin agak asing suporter bola kekinian. Semen Padang Cup memfasilitasi generasi-genarasi muda kini di Bumi Minang yang ingin show off aksinya, siapa tahu bisa direkrut oleh Semen Padang.

Semen Padang FC, sebuah tim sepakbola yang belakangan menjadi salah satu kekuatan terbaru di negeri ini, prestasi seperti juara liga primer dan perempat finalis Piala AFC menjadi bukti. Namun bilamana kita melihat kedalaman skuad tim ini musim lalu, dengan rataan umur skuad sekitar 25-26 tahun, lalu hanya terbilang sekitar 5-6 nama yang merupakan putra daerah, dan hanya 2 pemain (Jandia dan Hengki) yang rutin menjadi pemain inti. Semen Padang memang bukan Athletic Club yang transfer policy nya memfokuskan kepada semua putra daerah/pemain yang mengalir darah Basque di nadinya, tapi melihat rengekan sebagian fan yang berharap tim ini lebih bisa mengeksplor wajah-wajah putra daerah ke tim ini.

Lalu dari segi Youth Policy, saya tidak bisa mengatakan bahwa tim ini memiliki Youth Policy yang bagus, saya tidak menyalahkan sistem kepelatihan di tim muda, bukan demikian. Tapi saya melihat masalah terjadi sebuah gap yang besar antara tim utama dengan tim muda, sehingga terjadi sebuah kesulitan bagi pemain muda untuk bisa show off kemampuannya di tim utama, dan mendapat jaminan starter, serta bisa menembus skuad Tim Nasional. Dedi Hartono, Joshua Pahabol, Nico Malau dan Zico Aipa adalah contoh pemain-pemain yang kurang diberikan kepercayaan oleh pelatih untuk diberi jam bermain. Sebuah ketakutan mungkin yang menjadi dilema mungkin menggalaukan pikiran pelatih, di satu sisi pelatih ingin memainkan mereka, di sisi lain pelatih takut mengacaukan the winning team dan tidak berani melakukan gambling. John Maxwell pernah bersabda, "Jika kamu ingin tumbuh, maka keluarlah dari zona nyaman!" Sebuah kutipan yang setidaknya bisa menjadi pertimbangan dari staff kepelatihan untuk bisa memberi jam tambahan kepada pemain muda musim depan. Saya mencatat hanya beberapa kali pemain muda diberi jam di tim ini, musim lalu Nico Malau sempat dijadikan starter saat melawan Churchill Brothers di Padang, Nico memang bermain jauh dari harapan, permainan hebatnya kala di PSMS seolah tak terlihat di sepotong babak saat itu, lantas Nico diganti, dan memang lini depan Semen Padang lebih hidup. Banyak faktor yang membuat pemain muda menjadi canggung ketika dimainkan, ekspektasi publik dan tekanan untuk bermain bagus dan menunjukkan skillnya di hadapan penonton pasti akan menjadi sebuah distraksi terbesar. Saya ingat bagaimana dulu Jonny Evans --bek Manchester United sekarang, di awal-awal karirnya di tim senior MU saat masih berusia belasan, Evans kerap melakukan blunder, Sir Alex sabar, memolesnya, meminjamkannya ke Sunderland, dan kini Evans tumbuh menjadi salah satu center-half hebat di tanah Britania. Jadi kesan pertama tidaklah selalu menjadi pertimbangan pemain ini bagus atau jelek, kesabaran pun juga diperlukan untuk membentuk seorang pemain muda menjadi hebat.

Krisis Striker
Edward Wilson, si mesin gol lima tahun belakangan hengkang, Titus Bonai tak jelas entah kemana, Joshua Pahabol telah kembali menemukan senyuman --saya lihat di facebooknya, ketika mengikuti jejak Dedi Hartono ke Barito Putra, Joseph Ostanika Malau dan Arifan Fitra Masril keburu dilepas manajemen. Sekarang stok striker murni di tim ini kosong, sempat mencuat nama-nama seperti Samsul Arif, Bambang Pamungkas dan wonderkid-tak-kunjung-jadi Syamsir Alam serta dua pemain antah berantah dari Brazil yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya untuk masuk tim ini, namun masih nihil, hanya Ezequiel Gonzales yang masuk dari Persiba Bantul.

Sebuah krisis memang, melihat tak adanya striker kompeten yang bersedia mengenakan jersey tim ini. "Kami siap memaksimalkan Esteban Vizcarra di posis striker" kalimat ini sempat terucap dari mulut Erizal Anwar. Apakah ini bentuk kepasrahan atau sebuah kalimat tersirat agar tim ini bisa memburu striker secara underground. Entahlah, hanya Tuhan dan Erizal yang tahu.

Jika sebuah kepasrahan, apakah di ujung transfer nanti Semen Padang akan melakukan panic buying? Entahlah, Semen Padang Cup jika memang selalu dihadiri talent scouting Semen Padang FC bisa saja mereka menemukan mutiara yang bisa dibuat mengkilap dari turnamen tersebut. Jikalau memang demikian, Semen Padang Cup boleh saja rutin dilakukan setiap tahunnya, karena bisa saja lubang dari tim ini ditambal oleh anak-anak kampung entah berantah yang memang punya skill serta keberanian pelatih untuk memberinya jam untuk belajar dan kesabaran untuk memolesnya.


--Tulisan ini hanya sekadar opini untuk tim yang selalu rutin saya pantau dari jauh.

1 komentar: