Rabu, 12 Juni 2013

Ketika Singa Berubah Menjadi Kucing


Raja hutan, julukan ini kerap dialamatkan kepada Singa. Karnivora buas ini adalah salah satu predator paling berbahaya di ranah rimba. Hewan ini buas dan menyeramkan. Lalu kenapa saya harus membahas singa di awal tulisan ini? Ya, singa pun menjadi maskot dari Timnas Inggris, julukan mereka adalah The Three Lions, tiga singa. Terlepas dari nilai filosofi dari julukan itu sendiri, saya melihat julukan singa pada Timnas Inggris itu tak masalah, tapi itu dulu.



(images by: bbc.co.uk)

Sekarang apa kabar singa? Semalam Inggris telah menyelasaikan laga formalitasnya, setelah tiga hari lalu memastikan kegagalan dari ajang Euro U-21. Dan hasilnya, tak ada satupun poin yang mereka raih dan mereka pun hanya sanggup mencetak satu gol, dan itu pun dari titik putih. Tergabung di grup A bersama tuan rumah Israel, Norwegia dan Italia. Dua nama awal di atas kertas bisa mereka taklukan. Tapi realitanya? Tak satupun dari tiga itu yang mereka kalahkan. Italia menaklukan mereka di laga pembuka, lalu Norwegia, --tim yang mereka kalahkan di babak kualifikasi, secara mengejutkan menang 3-1 atas mereka. Lalu di laga formalitas tuan rumah sukses mendulang angka atas karnivora ompong ini.

Lalu apa yang salah dari Inggris? Sehingga mereka kerap menuai kegagalan di beberapa turnamen sejak timnas senior sampai timnas kelompok usia? Prestasi timnas yang berbanding terbalik dengan liga. Liga mereka laris dari segi komersilitas, segar dari segi bisnis, dan wah dari segi peminat. Sementara Timnas mereka, aku tak ingin menyebutkannya panjang lebar, cukup lihat saja jersey home centenary mereka dan itu akan merefleksikan semua asumsiku kepada timnas Inggris. Liga Inggris yang tak membatasi jumlah pemain asing, membuat klub berupaya untuk mencari pemain asing yang berkualitas disamping harga yang murah meriah. Hal yang membuat mereka malas untuk merekrut pemain lokal adalah karena harga yang dipatok oleh klub sangatlah tinggi. Bayangkan bagaimana mahalnya bandrol harga untuk Jack Rodwell yang kualitasnya ternyata setara dengan pemain yang harganya jauh lebih murah darinya. Kebanyakan tim Inggris dimiliki oleh orang asing, tentu hal ini yang menjadi salah satu permasalah terbesar. Dengan dimiliki oleh orang asing otomatis mereka tak terlalu mementingkan perkembangan darah lokal, yang terpenting adalah prestasi klub yang nomor satu. Kurangnya jam bermain pemain Inggris di tim besar juga bisa dijadikan sebuah pangkal masalah. Lihat tim sekelas Manchester United, tak ada jam bagi Danny Welbeck, yang di timnas adalah striker inti. Atau di tim seperti Arsenal, Chelsea dan Manchester City, mereka lebih memilih playmaker pemain Spanyol ketimbang pemain lokal. 

Masalah ini seharusnya menjadi perhatian dari FA untuk bagaimana membuat Timnas mereka maju. Setidaknya mereka boleh lah meniru cara Jerman, memberikan batasan minimal bagi pemain lokal untuk jadi starter. Tapi FA ibarat memakan buah simalakama, jika mereka melakukan itu, minat orang asing akan Liga Inggris akan menurun. Imbasnya? Ya, kalian tahu sendiri...

Era David Beckham, Alan Shearer, Tonny Adams, David Seaman atau Michael Owen telah usai. Dan era Steven Gerrard, Frank Lampard, Rio Ferdinand dan Michael Carrick pun juga sudah menuju akhir. Apakah pemain seperti Wilshere, Cleverley, Welbeck atau Sturridge bisa kembali membuat Inggris setidaknya bisa bersaing dengan tim-tim papan atas Eropa. Ya, menyebut tim yang mampu menggondol Piala Dunia itu sangat lucu. Atau mungkin era ini merubah image Singa menjadi Kucing bagi Timnas Inggris? Entahlah, jika FA tak cekatan melihat ini sebagai masalah, bukan tidak mungkin kita menyebut mereka, "Tiga Kucing".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar