Sabtu, 23 Maret 2013

Dari Kiper Deputi Menjadi Kiper Utama


Masih ingat, saat betapa pusingnya Alex Ferguson mencari seorang pengganti Peter Schmeichel yang memutuskan hijrah pasca berhasil memeluk tiga trofi mayor di akhir karirnya bagi Setan Merah. Nama Raimond van der Gouw, Mark Bosnich, Massimo Taibi, Fabian Barthez, Tim Howard dan Roy Carrol telah dicoba opa, namun tak ada yang bisa membuat kakek itu move on dari sosok Great Dane yang telah setia menjadi benteng terakhir pertahanan Man United selama 8 tahun, sampai datangnya si tua 34 tahun Edwin van der Sar, yang membuat Fergie bisa melupakan Schemi.

Kejadian di atas adalah contoh bagaimana susahnya mencari penjaga gawang yang setara kualitas dengan penjaga gawang terlebih dahulu yang menjadi pujaan fan. Istilah di bawah bayang-bayang begitu terasa, hal yang sempat dirasakan oleh David De Gea ketika baru awal berseragam United. Tapi kali ini saya akan menyebutkan beberapa orang kiper yang mampu lepas dari bayang-bayang kiper sukses terdahulu dari yang sebelumnya hanyalah deputi, pengisi rutin satu dari tujuh kursi bench. Buah kesabaran lebih tepatnya.

1. Kenneth Vermeer
Dia lah yang menginspirasi saya membuat tulisan ini. Penampilan keduanya untuk Timnas Belanda semalam (22/3) kala menghadapi Estonia, menginspirasi saya bagaimana kesuksesannya membuat fan Ajax melupakan sosok seorang Marteen Stekelenburg, bahkan Vermeer juga sukses menggeser posisi Steke di Timnas.
Saya masih ingat bagaimana saat Ajax menyetujui tawaran Roma di akhir transfer musim panas 2011 lalu, saat sukses mengangkut Stekelenburg ke Olimpico, Ajax tak punya waktu untuk mencari pengganti. Vermeer ditunjuk mengisi posisi yang ditinggalkan Steke, performa awal musim Vermeer bisa dibilang mengecewakan, tapi Vermeer berkembang dan hingga pada saatnya tiba kiper keturunan Suriname ini sukses menjadi idola baru di Amsterdam ArenA dan di saat bersamaan performa buruk yang diperlihatkan Steke di Italia membuat Louis van Gaal tak lagi mempercayakan Steke, Vermeer, Krul dan Vorm bahkan sudah pernah menggeser posisi Steke.

2. Remy Vercoutre
Jika kalian bukan penggemar Liga Prancis, mungkin akan sedikit asing dengan nama berikut ini. Orang ini adalah salah satu contoh kiper sabar yang sekarang bisa menjadi pilihan utama. Lebih kurang kesabaran Vercoutre selama 10 tahun bisa membuatnya merasakan bagaimana menjadi kiper reguler, di saat usianya sudah 32  bagaikan seorang miskin yang menang lotre di akhir hayatnya. Kepindahan Hugo Lloris ke Inggris seolah menjadi berkah baginya, dia bisa mengisi pos reguler. Sebenarnya Vercoutre sempat merasakan nyamannya posisi reguler tahun 2007 saat Gregoriy Coupet cedera bahkan penampilan Vercoutre saat itu juga tidak terlalu buruk. 30 gol sudah bersarang di pertahanan Lyon musim ini di liga dan total 82 penyelamatan sudah dilakukan Vercoutre sejauh ini. Not Bad!

3. Roman Weindenfeller
Roman bukanlah cadangan abadi yang tetiba mendapat berkah seperti Vercoutre, tapi Roman memang adalah bentuk antisipasi yang dilakukan Matthias Sammer di musim 2002 bilamana Jens Lehmann pindah musim itu, Roman didatangkan gratis dari Kaiserslautern. Hanya semusim bagi Roman untuk rutin duduk di bench, musim berikutnya hal yang diinginkan Roman terjadi, Lehmann dibeli Arsenal, mungkin dalam hati Roman berteriak, "oke!! sekarang giliran gue!! Byee Jens!!" Namun nasib Roman tak sepenuhnya bagus, pasca ekspansi bintang-bintangnya terang cahaya Dortmund seakan meredup, tapi Roman tetap sabar dan selalu ada di saat suka dan duka tim ini, sampai akhirnya Roman sukses menjadi kapten di klub ini.

4. Tim Krul
Sebenarnya Krul bukanlah seorang deputi yang setia, orang yang setia menjadi deputi di Newcastle adalah Steve Harper, tapi Krul pun sempat menjadi deputi Harper beberapa musim setelah Shay Given hijarh ke Man. City. Namun sepertinya takdir menjadi deputi sudah kadung di dalam diri Harper, comebacknya Newcastle ke EPL musim 2011 --setelah semusim merasakan liga dengan jadwal yang begitu padat. Krul makin mendapat kepercayaan dari Alan Pardew, apa daya Harper kembali harus menduduki kursi favoritnya di St. James Park. Performa Krul yang bagus musim itu menjadikannya satu dari tiga kiper terbaik liga musim itu bersanding dengan Hart dan kawan satu negara, Michael Vorm.

5. Jandia Eka Putra.
Loh? Ini siapa? Ini pemain Indonesia main di klub mana? Kok gue gak pernah dengar?
Ah, mungkin pertanyaan itu bergelantungan di sebagian benak pembaca. Ya, dari nomor 1 sampai 4 saya hanya merunut kiper bule. Tapi tak ada salahnya saya memasukkan satu nama ini. Dia adalah contoh deputi yang sukses menjadi kiper pujaan fan.
Jandia adalah deputi dari dua kiper hebat negeri ini saat menjadi kiper Semen Padang. Nama itu adalah Ahmad Kurniawan dan Samsidar. Jandia mendapat berkah di Balikpapan. Kota itu seakan menjadi titik awal takdir bagus Kondon -sapaan Jandia. Cederanya Samsidar di tengah pertandingan, memaksa Nil Maizar memainkan pemuda Padang 23 tahun itu main, hasilnya not bad. Bahkan Jandia sempat melakukan cleansheet di 4 pertandingan pasca debutnya. Nil makin yakin, tak ada lagi istilah kiper utama bagi tim ini, Nil bagaikan seorang ayah yang yang tak pilih kasih dalam membelikan mainan bagi anaknya. Dua-duanya dimainkan secara bergantian sejak saat itu.
Puncaknya musim ini, Samsidar tak diperpanjang kontraknya dan Jandia sukses menjadi goalie reguler bagi tim ini sampai saat ini.

Hah? Saya sudah capek, pasti masih banyak kiper-kiper lain yang bernasib sama dengan lima kiper di atas, tapi ya mungkin saja saya tak tahu atau lupa. Mungkin nanti ada yang bisa menambahkan.

Buah kesabaran memang nikmat, dan seorang penjaga gawang haruslah memiliki atribut itu, selain reflek, posisioning atau lompatan yang bagus. Tak semuanya kiper ditakdirkan menjadi cadangan abadi, maka yakinlah Tuhan pasti telah memikirkan cara terbaik bagi seorang kiper untuk bisa akhirnya menjaga gawang timnya, entah itu caranya seperti Krul yang masih muda menggeser yang tua atau seperti Remy Vercoutre, menjadi kiper utama saat usia telah senja. Ah, menjadi kiper memang dituntut sabar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar